(Tanjungpandan), 20 (dua puluh) tahun sudah reformasi merambat di segala bidang. Dalam hitungan tahun kedua puluh, dollar merambat naik melemahkan nilai tukar rupiah hari demi hari hingga menembus lima belas ribu rupiah per dollar Amerika. Sebagian kalangan dan pengamat ekonomi menilai kondisi ini mirip krisis moneter 1998, namun ada juga sebagian yang menganggap bahwa apa yang terjadi saat ini jelas berbeda dengan dua puluh tahun lalu. Apapun itu, satu bahkan lebih menjadi banyak lagi frasa menunjukkan bahwa Indonesia mesti bergerak dan bertindak sigap tanggap untuk segala bidang pembangunan dalam titik tekan ekonomi khususnya.
Reformasi yang digagas dua dekade lalu, belumlah meletakkan perubahan dan kemajuan yang signifikan. Bukan hanya masalah ekonomi semata. Masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang mesti diselesaikan segera oleh Bangsa Indonesia. Sejarah mencatat ada beberapa pemimpin negeri dalam orde reformasi, mulai BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, SBY hingga Jokowi. Tampaknya PR-PR tersebutlah belumlah terselesaikan sepenuhnya. Di Tahun 2019, ketika berganti atau tidaknya pemimpin negeri ini dan atau tentang siapakah yang terpilih nanti sebagai Presiden RI, Jokowi lagi atau Prabowo pasti saja harus kerja keras menyelesaikan PR yang berserakan, dan kalau bisa dinilai pointnya mesti sempurna, tidak harus seratus namun paling tidak mendekati pada rentang 80-90 pun jadi. Itulah harap kita.
Satu PR yang sepertinya menyisakan pertanyaan dan persoalan, selain melemahnya nilai tukar rupiah adalah tentang masalah agraria atau pertanahan. Sebagai contoh atas PR tersebut adalah masalah sertifikasi atau kepemilikan tanah oleh rakyat yang dinilai berbelit, lama, dan mahal serta tak kunjung selesai. Kembali boleh dibuka melalui YouTube, satu dokumen berita CNN Indonesia berjudul “Jokowi Tegur Menteri Agraria”, yang menayangkan tentang ketegasan Jokowi di Tahun 2016 untuk memberantas mafia tanah, utamanya tentang mahal dan lamanya pengurusan sertifikat tanah milik rakyat. Waktu itu, di forum dialog dengan masyarakat di Brebes (2016) Jokowi bertekad untuk mengusut tuntas dimana letak ribetnya pengurusan sertifikat yang terjadi di seluruh daerah dalam skala lokal maupun nasional, individu maupun kelompok yang terjadi sejak dahulu hingga sekarang, ganti-ganti presiden tetap saja masalahnya sama.
Dilanjutkan dari tayangan dokumentasi berita tersebut, atas laporan warga yang menyebutkan bahwa besar biaya satu juta untuk membuat satu sertifikat tanah maka Jokowi menilai harga pengurusan sertifikat tanah tersebut terlalu mahal, mestinya tidak sampai setinggi itu. Padahal manfaat sertifikat tanah begitu besar bagi pembangunan ataupun pengembangan usaha. Satu pantun menghiperbolakan atas kondisi yang terjadi. “Buah rambutan buah alpukat. Pisau tumpul belah bengkuang. Susah nian buat sertifikat. Kalau warga tak punya uang”.
Dua tahun berlalu, barangkali apa yang dialami masyarakat Brebes ketika dialog langsung dengan Bapak Presiden Jokowi juga pernah atau sedang dialami para pembaca. Adakah atau masih banyak diantara kita yang bahkan belum mengurus sertifikat kepemilikan tanah karena sesuatu dan lain hal seperti tidak tahu informasi yang benar, prosedur yang berbelit, tidak adanya biaya dan lain-lain. Mungkin juga bukan tidak mengurus sertifikasi lahan, namun setelah bulan demi bulan hingga tahun demi tahun berlalu, masih juga belum memiliki atau tak kunjung selesai sertifikat tanahnya hingga hari ini.
Masalah ini terjadi di Kabupaten Belitung sendiri, beberapa waktu lalu, Harian Pos Belitung menerbitkan berita berjudul “Sertifikat Tak Kunjung Selesai” bahwasanya di Selat Nasik hanya baru selesai 12 (dua belas) sertifikat dari 22 (dua puluh dua) lembar sertifikat yang diusulkan. Padahal program SEHAT sudah dimulai tahun 2016. Pastinya, masalah ini akan segera terselesaikan tidak menunggu berlarut dan carut. Mengingat, berdasarkan penjelasan dari Kepala Kantor BPN Belitung, Anton Jumantono yang dikutip dari pemberitaan tersebut menyatakan bahwa kendala yang dihadapi pada proses pembuatan sertifikat tanah itu sebetulnya tidak ada. Berarti, masyarakat tak perlu harap-harap cemas. Tunggu tanggal selesai dan penyerahannya.
Dipahami bersama, memiliki sertifikat tanah tentu sangat berharga, terlebih lagi bagi warga yang kurang mampu. Setidaknya, mereka memiliki kejelasan status tanah yang mereka miliki dari sertifikat tersebut. Selama ini, umum dipahami bahwa terjadi beberapa kendala yang membuat sertifikat tanah urung diurus, seperti karena kurangnya informasi dan pemahaman akan pentingnya hal tersebut. Padahal dengan pengurusan itu, banyak yang bisa dilakukan pemerintah untuk warganya, seperti program perbaikan rumah dan lain-lain.
Untuk itu, masyarakat yang belum memiliki sertifikat tanah agar segera mengurus hal tersebut. Dan, kepada masyarakat yang sudah memiliki diharapkan pula untuk bijak menggunakan hak atas sertifikat yang dimiliki atau untuk bisa memanfaatkan sertifikat dengan baik dan tidak digunakan untuk keperluan komsumtif.
Kalau masalah sertifikat tak kunjung selesai adalah PR bangsa, maka jika telah dimiliki, sempurnakanlah kewajiban dan hak sebagai warga negara yang baik dengan taat membayar pajak atas tanahnya. Sertifikat berarti untuk pembangunan bangsa berkelanjutan, paling bawah untuk legalisasi hukum atas apapun bentuk pemanfaatannya. “Beli gunting dari kawat. Gunting dilipat tidak berkarat. Sertifikat lahan sangatlah penting untuk rakyat. Supaya penghidupan masyarakat pun tidak kian melarat.” ***(Zakina)