MC Belitung, Tanjungpandan – Panas terik siang hari yang sangat menyengat kulit di Pelabuhan Baro, Tanjungpandan menjadi sesuatu yang begitu luar biasa, bukan karena suhu siang itu mencapai tiga puluh empat derajat celcius, tapi karena kilatan semangat para nelayan mengangkat berkarung-karung ikan dari perahu ke dermaga. Sementara itu, di perahu lainnya, terlihat senyum para nelayan sedang menimbang hasil tangkapannya lalu memasukkannya kembali ke dalam karung-karung plastik berisi es batu sebelum dijual ke pengumpul. Makna sukacita dari semburat wajah bahagia terpancar dengan kulit coklat milik para nelayan, siapapun dapat menangkap aura itu tak terkecuali.
Siang itu, tepatnya pada sepertiga kedua bulan Agustus tampak puluhan kapal tangkap nelayan berhasil terekam dalam bidikan kamera milik Siti Rofiqoh dan Dedi, dua orang juru foto Diskominfo Kabupaten Belitung. Sama seperti aura bahagia yang dipancarkan oleh para nelayan, kini aura itu menyebar di wajah Siti dan Dedi. Siang hari panas terik dikelilingi wajah-wajah bahagia dengan senyum sumringah, menambah makna pada setiap diri yang memandang bahwa bahagia itu adalah rasa ikhlas dan kesyukuran atas apapun anugerah yang diberikan Sang Pencipta. Berapapun besar atau jumlahnya bukan masalah asalkan diterima dengan syukur ikhlas. Penulis rasakan makna ini dari raut aura bahagia para nelayan lainnya yang baru saja merapatkan perahunya ke dermaga. Sungguh, sesuatu yang luar biasa.
Bagi para nelayan, juru foto, dan penulis pastilah berada pada satu garis rasa yang sama, yaitu bahagia berbalut sengatan terik matahari. Tidak setiap waktu, dapat melihat pemandangan indah kapal-kapal nelayan dengan hasil tangkapan ikan segar yang melimpah. Sepakat kiranya, jika siang hari Agustus ini adalah bulan bahagia, apalagi bulan ini adalah bulan dimana segenap bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaannya yang ke 73 tahun. Pun tak heran, sedikit lebih banyak dari biasanya bendera merah putih dikibarkan dan terpasang di perahu-perahu milik para nelayan.
Sang juru foto Diskominfo, Dedi bukanlah sosok PNS umumnya. Selain mahir memainkan diafragma kamera SLRnya, ternyata Dedi pun adalah sosok pemerharti masalah perikanan dan kelautan sekaligus pelaku usaha di sektor perikanan dan kelautan. Beberapa tahun kebelakang dirinya memulai usaha di bidang perikanan budidaya. “Perikanan itu, dibagi atas perikanan hasil tangkap dan hasil budidaya, “terang Dedi memulai cerita.
Tampak Dedi tidak canggung bercengkrama dengan para nelayan, nilai keakraban dan persahabatan ditunjukkan olehnya menjadi nilai tambah makna bahagia siang itu. Lebih lanjut, Dedi pun berkelakar menyampaikan kepeduliannya terhadap para nelayan bahwa sampai saat ini masih banyak nelayan yang belum sejahtera di Kabupaten Belitung, terlihat dari tingkat pendapatan yang belum merata dan memadai. Di saat-saat tertentu, seperti musim Selatan bayangkan saja akan banyak kita jumpai nelayan yang tidak bisa melaut. Terkendala cuaca, BBM (solar) yang dinilai mahal karena solar bersubsidi belum bisa seluruhnya memenuhi kebutuhan mereka. Di saat yang sama, kebutuhan hidup terus meningkat akibatnya ekonomi nelayan merosot drastis.
Kondisi ekonomi yang sulit ini menimpa sebagian besar nelayan tradisional, bukan hanya ketika musim Selatan saja tetapi juga di sepanjang tahun. Karena ini pula, maka banyak nelayan yang harus berhutang kepada para pemilik cold storage atau kepada toke-toke pengumpul ikan atau pemilik kapal besar sekedar untuk membeli bahan bakar dan sembako serta segala biaya dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Akibatnya, ketika hasil diperoleh di kemudian hari hanya mampu untuk membayar hutang dan menyebabkan rendahnya harga jual sehingga kesejahteraan tak kunjung menghampiri. Kondisi ini harus menjadi perhatian pemerintah. Sekalipun dari sisi yang lain seperti dukungan pemerintah atas perizinan sudah sangat baik dan mendukung bagi tercapainya kemajuan di sektor perikanan.
Lebih lanjut Dedi pun menyampaikan bahwasanya dalam dua bulan terakhir ini hasil perikanan tangkap menurun karena faktor cuaca. Dan secara global pastinya demikian pula. Khusus di Kabupaten Belitung sendiri, Dedi menilai bahwa menurunnya produktifitas dan ekspor ikan akibat dikeluarkannya kebijakan pemerintah yang berisi peraturan yang melarang tidak bolehnya ekspor atas ikan hasil budidaya laut dengan ikan dari budidaya alam. Padahal dari segi kualitas, hanya beberapa jenis ikan tertentu saja yang berbeda seperti Kerapuk Sunok (lazim disebut ikan Lody). “Padahal, sejatinya sulit membedakan antara ikan hasil budidaya alam dengan buatan, “terang Dedi.
73 tahun Indonesia merdeka di sektor perikanan dan kelautan artinya pemerintah harus bisa mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi oleh para nelayan tradisional. Masalah mereka, para nelayan ini adalah perhatian bersama agar dapat mengentaskan kemiskinan sampai ke akar-akarnya. Indonesia makmur dan sejahtera untuk semua kalangan bukan satu atau dua lapisan masyarakat semata.
Matahari mulai redup, senja pun tiba, maka tampaklah warna jingga di langit Pelabuhan Baro Tanjungpandan. Sang Nelayan satu persatu beranjak pergi menjauh dalam gelak tawa bahagia, istirahat pulang ke rumah membawa hasil jerih payah mereka untuk anak isteri serta keluarga tercinta. Berharap besok, saat kail diulurkan dan pukat direntangkan diatas laut membiru Pulau Belitong akan banyak ikan terjaring.***(Zakina).
Foto : Dedi – Siti