Memasuki Pilkada Belitung, bahkan mungkin sebelum dan sekarang telah banyak survei menyoal elektabilitas dilakukan untuk melihat kecenderungan perilaku memilih masyarakat Belitung. Survei-survei ini dapat saja dijadikan acuan bagi pasangan calon dan tim sukses serta simpatisan, untuk menyusun sejumlah taktik dan strategi pemenangan, namun tentunya bukanlah hasil yang sebenarnya. Karena, hasil real-nya akan ditentukan langsung setelah pemungutan suara 27 Juni mendatang. Tingkat elektabilitas yang dilakukan sebelum Pilkada dilakukan bisa jadi berbanding terbalik dengan kenyataan di hari “H” nya. Sejarah politik pada Pilkada Indonesia serta beberapa Pemilu di berbagai negara mencatat fenomena ini. Paling dekat misalnya, Pilkada DKI Jakarta 2017 yang lalu, sejumlah lembaga survei merilis bahwa tingkat elektabilitas calon Gubernur (incumbent) “Ahok” jauh diatas pasangan calon lainnya. Dan ini lumrah, jika incumbent mayoritas tingkat elektabilitas mengingat permanent campaign yang telah dilakukannya selama lima tahun memerintah. Sedangkan penantang (challenger) selayaknya pendatang baru harus melakukan usaha lebih keras lagi untuk sampai pada tahap didukung dan dipilih.
Pemasaran politik mengenal 5 (lima) tahap yang harus dilalui para kontestan politik, yaitu mulai dari tahap diketahui, dikenal, popularitas, didukung, dan dipilih. Tahap pertama dan kedua tentunya telah dimiliki oleh kontestan politik incumbent. Namun, diketahui dan dikenal belum tentu populer di masyarakat. Para penantang tidak boleh berkecil hati dengan kondisi ini. Karena diketahui dan dikenal saja tidak cukup dan belum tentu memiliki tingkat popularitas lebih baik. Bisa jadi tingkat-tingkat ini mampu disusul oleh para penantang atau bahkan para penantang justru telah memiliki atau memasuki tahap-tahap pemasaran politik yang lebih tingkatan yang lebih tinggi. Tinggal bagaimana, melancarkan taktik dan strategi pemasaran politik lainnya terkait berbagai isu untuk mendongkrat popularitas sampai kemudian menjadi didukung dan dipilih oleh mayoritas. Diangkat dan berkuasa sebagai pemimpin di wilayahnya.
Kerja-kerja pemasaran politik tersebut merupakan tugas berbagai pihak terkait, khususnya kontestan dan tim sukses. Sekian bulan ini mereka telah bekerja keras untuk memasarkan kandidatnya (layaknya sebuah produk) kepada masyarakat luas. Sejumlah besar janji, visi-misi, aksi, dan program telah disampaikan kepada masyarakat di masing-masing Kecamatan selama kampanye berlangsung.
Wajah Belitung dalam bingkai demokrasi dan kedewasaan berpolitik akan semakin terlihat dan muncul ke permukaan saat Pilkada berlangsung walaupun riaknya telah terlihat jauh hari sebelumnya. Dan kepada siapa nantinya pilihan itu dijatuhkan, tunggu saja tanggal mainnya, 27 Juni 2018.
Sekian bulan ke belakang, di setiap momen masyarakat telah mengenal siapa saja kandidat yang akan bertarung pada perhelatan akbar demokrasi di Belitung. Di sepanjang jalan masih terpampang baliho, umbul-umbul serta spanduk berisikan foto para kandidat berikut jargon-jargonnya lengkap dengan identitas partai pengusung. Kampanye pun telah dilakukan agar masyarakat semakin mengetahui visi-misi kandidat agar nantinya dapat dijatuhkan sebagai pilihan politik.
Terdapat empat pasang kandidat yang akan bertarung, masing-masing adalah: Azwardy Azhar, SE., M.Si., dan Drs. H. Erwandi A. Rani (Paslon Nomor Urut 1); Hellyana, SH dan Junaidi Rahman (Paslon Nomor urut 2); Sapparuddin, Lanna, SH dan Zulfriandi Afan, SE (Paslon Nomor Urut 3); serta Sahani Saleh, S.Sos., dan Isyak Meirobi, SS., M.Si. (Paslon Nomor Urut 4).
Semarak pesta demokrasi politik di Belitung semakin meriah menjelang pentas demokrasi 27 Juni mendatang. Barangkali sebagian masyarakat telah, sedang, dan mungkin menjatuhkan pilihannya. Kepada yang belum, masih ada waktu untuk berpikir kemana arah dan suara yang sesuai dengan hati nurani akan diberikan. Sebagai catatan tentunya, jangan sampai tidak memilih, karena satu suara yang hilang itu akan sangat berarti untuk masa depan Belitung yang kita cintai.
Selanjutnya, pelaksanaan pesta demokrasi 2018 di 177 Propinsi/Kabupaten/Kota se-Indonesia ini akan disusul kembali di tahun 2019 untuk Pileg dan Pilpres. Marathon politik ini membutuhkan energi yang relatif besar, utamanya dalam menjaga suasana agar tetap kondusif. Kembali reformasi politik ditantang untuk berada pada koridor sebenarnya. Semua elemen masyarakat dan pemerintah dibantu unsur TNI/Polri harus bahu-membahu untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan kondusif sebelum, saat, dan setelah pesta demokrasi tersebut berlangsung. Untuk Indonesia yang Lebih Baik.***(ZAKINA)