Tanjungpandan, MC Belitung – Sebagai bagian dari masyarakat Belitung, yang lahir, bertumbuh serta berkarya di Belitung tentunya tidak asing lagi dengan aneka masakan (kuliner) khas Belitung. Anda dan sudah barang tentu saya sendiri sangat menyukai jajanan kuliner Belitung, seperti mie rebus Belitong, berego, empek-empek, otak-otak dan sebagainya. Nikmatnya aneka kuliner Belitung tersebut dapat ditemukan pada pekan pameran Belitung Expo HJKT di Tanjungpendam dengan harga cukup terjangkau, mulai dari harga termurah lima sampai sepuluh ribuan untuk setiap jenis minuman dan makanan.
Tak dinafikan lagi, banyak wisatawan yang berkunjung ke Belitung selain tertarik atas keindahan alam juga sangat menyukai aneka jajanan Belitung. Kuliner Belitung adalah magnitude wisatawan. “Saya tertarik untuk datang ke Belitung setelah sebelumnya mengenal Belitung lewat postingan beragam akun atas pantai-pantai cantik Belitung di media sosial, lalu ketika liburan bersama tiba maka saya beserta keluarga memutuskan untuk ke Belitung. Saya senang sekali ke Belitung karena tiga hal: makanan yang enak-enak tanpa pengawet, keindahan pantai, dan keramahan penduduk Belitung, “ kata Suyan wisatawan dari Jakarta yang dikenal penulis melalui Media Sosial (Instagram-IG).
Sementara itu, Melissa pengunjung pameran yang ditemui penulis saat santap kuliner Belitung di area pameran mengatakan bahwa dirinya adalah penikmat masakan Belitung, hampir setiap hari dirinya beserta rekan kerja, selama tiga hari berturut-turut datang ke Tanjung Pendam hanya untuk mencicipi aneka jajanan dan masakan kuliner Belitung yang menurutnya super duper yummy. “Masakan Belitung emang super duper yummy, enak dan gurih, beda rasanya, tapi lihatlah banyak bekas sampah makanan di meja-meja yang tidak segera dibersihkan oleh pemilik ataupun pengunjung, jadi ngak seru lagi liatnya. Mestinya, penikmat makanan tidak hanya menghabiskan hidangan sekaligus mengumpulkan sampah agar tidak berserakan atau lebih baik lagi, ada cleaning service yang segera membersihkannya seperti tempat-tempat makan di Jakarta atau kota besar lainnya”, kelakar Mellisa.
Kesan dan tanggapan Mellisa atas penyelenggaraan stand makanan di ajang pameran Belitung Expo kiranya perlu mendapat perhatian kita semua. Penanganan sampah mestinya menjadi prioritas selain tersedia sarana dan prasarana utama lainnya. Sampah dan masalah yang ditimbulkan akibatnya bukanlah hal sepele dan harus mendapat penanganan tepat dan cepat. Mengingat akan berimbas pula pada kenyamanan pengunjung dan penikmat kuliner Belitong serta masalah sanitasi lingkungan.
Pengamatan penulis, entah telah menjadi budaya masyarakat kita khususnya atau Indonesia pada umumnya, di berbagai tempat dan daerah masalah kebersihan tempat makan atau kebersihan personal setelah makan tidak atau kadang kurang menjadi perhatian, baik oleh pengelola ataupun penikmatnya.
Sedikit berbagi cerita, jauh di luar konteks dan lokus pameran Belitong Expo. Suatu hari di Bandara Internasional Dubai, Uni Emirat Arab, di salah satu terminal tempat saya akan bertolak kembali ke tanah air setelah perjalanan panjang di Eropa, saya menemui seorang cleaning service asal India yang menggerutu, dan saya pun bertanya ada yang dapat saya bantu. Lalu, Mandu sang cleaning service pun menjawab dengan kemampuan berbahasa Inggris lumayan fasih. “Lihatlah kelakuan bangsamu (Indonesia), berapa banyak energi yang harus saya keluarkan untuk membersihkan tempat ini berikut toilet, tapi tak berapa lama kembali mereka mengotorinya tanpa pernah ingin membuang sampah pada tempatnya, “ demikian keluh si Mandu. Saya pun hanya hanya bisa mengamini perbuatan bangsa kita seperti yang dikeluhkan Mandu sambil tertunduk malu ketika di saat yang sama banyak bekas makanan fastfood dengan merk menglobal bertebaran di lantai terminal bandara. Jangan di lihat di toilet, karena meskipun telah diadaptasikan dengan budaya Asia (Indonesia, dengan bak mandi serta gayung plus toilet jongkok) tapi tetap terkesan jorok.
Pelakunya, maaf sekali lagi bila terkesan merendahkan, adalah para TKI yang ingin kembali ke tanah air dari berbagai pelosok tergambar dari ragam dialek Indonesia dan bahasa daerah yang digunakan. Harap saya, bangsa Indonesia yang diwakili para TKI ini bukanlah potret mayoritas penduduk Indonesia. Sudah kalah prestasi di berbagai bidang yang memajukan bangsa. Tapi tampaknya kita juara soal menyampah.
Pengalam singkat tentang masalah kebersihan setelah makan tersebut selalu saya ceritakan kepada para mahasiswa di berbagai universitas saat saya menjadi pengajar ataupun pembicara seminar. Karena apa, di pikiran saya jika dibiarkan persoalan sampah-menyampah ini adalah budaya negatif yang tak patut dilestarikan. Mata rantainya harus diputus mulai dari kita sendiri dan lingkungan sekitar. Apalagi dalam Islam, kita pahami bahwa kebersihan adalah sebagian daripada iman. Dengan fakta singkat plus foto nyata yang saya miliki, saya hanya ingin mengajak agar jangan suka menyampah. Yukkk kunjungi pameran Belitong Expo 2018 di Tanjung Pendam tapi jangan lupa untuk membuang sampah pada tempatnya. ***(Zakina)