Home > Artikel > Bitcoin Jadi Alat Pembayaran, Pemerintah: Masih Dikaji, Tapi..

Bitcoin Jadi Alat Pembayaran, Pemerintah: Masih Dikaji, Tapi..

Jakarta, MC Belitung – Seperi dikutip MC Belitung dari DetikNET, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendukung masyarakat tidak menggunakan mata uang virtual seperti Bitcoin, sebagai alat pembayaran di Indonesia.

“Kita hanya mengenal rupiah,” kata Mira Tayyiba, Asisten Deputi Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Selasa (16/1).

Mengenai apakah ada kemungkinan cryptocurrency bisa diberlakukan di Indonesia suatu saat nanti, Mira menyebutkan hal itu masih akan dikaji lebih lanjut.

Namun yang pasti, pemerintah akan satu suara seperti yang telah diungkapkan Bank Indonesia terkait potensi mata uang virtual akan jadi alat pembayaran yang sah di Tanah Air.

“Bank Indonesia sebagai regulator payment sangat jelas mengenai hal itu. Tapi, apakah kemudian bisa dilakukan untuk hal lain? Ini sedang diulik-ulik ya, masih dikaji. Tapi, untuk sementara, ya kita mengikuti Bank Indonesia sebagai regulator payment,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, BI memberikan peringatan kepada semua pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency atau uang virtual seperti Bitcoin.

Mengutip keterangan tertulis Bank Indonesia, ditegaskan bahwa virtual currency termasuk Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah.

Pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab, tidak terdapat administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga virtual currency serta nilai perdagangan sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap risiko penggelembungan bubble serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat.

Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan virtual currency.

Sebagai otoritas sistem pembayaran, Bank Indonesia melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran dan penyelenggara Teknologi Finansial di Indonesia baik Bank dan lembaga selain bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency, sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

“Bank Indonesia sebagai otoritas di bidang moneter, stabilitas sistem keuangan dan sistem pembayaran senantiasa berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan, perlindungan konsumen dan mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme,” tulis BI dalam pernyataannya.