Home > Artikel > Musik, Seni dan Budaya: Industri Seni dan Kerajinan Tradisional Masih Kuat di Belitung

Musik, Seni dan Budaya: Industri Seni dan Kerajinan Tradisional Masih Kuat di Belitung

Belitung, (20/12/2023) Meskipun tradisi musik lokal mulai hilang seiring berjalannya waktu di banyak negara dan kota di seluruh dunia, Belitung tetap menjaga kesenian, kerajinan, dan tradisi musik lokal tetap hidup.

Pak Husni, 65 tahun, adalah musisi dan pembuat alat musik tradisional asal Belitung. Ia telah membuat alat musik yang mirip dengan gitar bernama ‘gambus’ selama delapan belas tahun.

Alat musik ini berasal dari dunia Arab, dan suku Melayu di Belitung pertama kali diperlihatkan gambus oleh para pedagang Arab. Belitung memiliki sejarah seni dan kerajinan yang kuat. Menurut penduduk setempat, Belitung adalah rumah bagi pabrik keramik pertama di Indonesia.

Sayangnya, pabrik tersebut ditutup pada tahun 1990-an dan produksinya dipindahkan ke Jakarta. Sebaliknya, bisnis Pak Husni merupakan kisah sukses jangka panjang.

Tim Komunitas Bidang Informasi dan Komunikasi Publik baru-baru ini berbicara dengan Pak Husni tentang pilihan kariernya yang unik. Pak Husni memilih menjadi pembuat gambus ketika kembali ke Belitung pada tahun 2005.

Dia telah bekerja di industri musik Indonesia di Jakarta sejak dia berusia sembilan belas tahun, di mana dia menerima penghargaan nasional untuk musiknya dan bekerja di sebuah perusahaan rekaman.

Kepulangan Pak Husni ke Belitung dibantu oleh uang yang diperolehnya dari royalti musik, dan didorong oleh keinginan untuk membangun toko gambus sendiri. Namun, profesi tersebut bukanlah profesi yang umum. Produk Pak Husni istimewa karena metode pembuatan gambusnya menggunakan kayu tidak terpakai.

Pak Husni mengumpulkan kayu-kayu yang tidak terpakai – yang terkadang berasal dari bangkai kapal – dan kemudian dia desain, lalu dia bentuk menjadi gambus.

“Saya memilih menggunakan barang limbah dan tidak terpakai dan menjadikannya sebagai karya seni,” ujarnya.

“Dan merupakan bahan dasar pembuatan gambus saya.”

Penggunaan berbagai potongan kayu ini membuat setiap gambus terlihat unik, dan Pak Husni yakin kreasinya menyampaikan pesan bahwa sampah pun bisa menjadi karya seni.

“Saya tidak akan menebang pohon hanya untuk membuat satu alat musik gambus.”

Bunyi setiap gambus juga istimewa, karena instrumennya menghasilkan nada yang berbeda-beda berdasarkan ukurannya.

“Saya sudah buat sekitar 200 lebih itu gambus saya bikin dan tidak ada yang sama ukurannya karena terbuat dari limbah,” kata Pak Husni.

Pada akhirnya, menurut Pak Husni, hal terbaik dari pekerjaannya adalah keunikannya.

“Saya bisa melestarikan alat musik gambus dengan keunikkanya,” ujarnya.

Cara pembuatan gambus yang dilakukan Pak Husni yang berbeda dengan pembuat gambus lainnya adalah melalui wawancara televisi, dan wawancara National Geographic.

Meski gemar menciptakan alat musik unik tersebut, dia juga ingin menginspirasi generasi muda untuk meneruskan tradisi pembuatan gambus. Nampaknya seniman lokal seperti Pak Husni, serta usaha tradisional seperti Batik Sepiak, Lempak Belitong, Kenz Crochet, dan Bica Ceramiclah,yang tetap melestarikan kaya seni lokal untuk tetap hidup di Belitung.

Hanya waktu yang dapat menjawab bagaimana masa depan seni dan kerajinan tradisional di Belitung, namun ini terlihat sangat menjanjikan dengan adanya seniman-seniman di Belitung. (Narasi : Meleva Thorn / Penerjemah : Puspa Sekar & Muhammad Rayhan / Photo : Puspa Sekar / Editor Photo : Annabel Haizer)